Share This Article
Assalamualaikum Mamud… apa kabarnya nih? Semoga sehat selalu, ya.. Boleh, nggak sih kita curhat dikit? heheheh… Boleh, ya biar hatiku plong. Kali ini aku mau share tentang ragam kecerdasan anak. Mungkin salah satunya ada di Omar.
Terkadang kalau aku melihat Omar suka teringat kisah anak perempuan yang akademisnya so so tapi ia memiliki hati yang lembut, mampu membujuk anak kecil yang sedang menangis, mampu mencairkan suasana.
Nah, kisah itu hampir sama dengan Omar. Menurutku, Omar biasa saja di akademisnya, tetapi, ia memiliki hati lembut sekali, mampu merawat adiknya, mampu membantu kedua orang tuanya, terkadang jika aku sedang menyendiri tidak ada Abi di rumah, yang mampu menjaga adiknya adalah Omar. Terkadang malu, sih. Ada rasa sedih pula.
Terkadang orang-orang suka meremehkan ia karena hal yang memang belum waktunya, seperti membaca, mengenal semua warna, berhitung banyak. Ya, menurutku usianya masih 5 tahun, ia baru proses mengenal bentuk huruf, wajar jika belum bisa membaca. Berhitung pun baru sekedar penjumlahan dan penguruangan. Dan sedihnya Omar suka dibandingkan dengan temannya yang wanita. Ya, jelas berbeda dong perkembangan otak wanita dengan pria, mak inang!!!!!!
Jangan Membandingkan
Karena setiap anak itu unik, jadi tolonglah jangan selalu membanding-bandingkan, jangan hanya terpatok oleh soal akademis saja yang unggul. Unggul itu bisa di lain bidang, tidak perlu di matematika, di geografi, di fisika, dan sebaggainya. Tapi unggul itu bisa dibidang kesenian, bidang olah raga, bahkan unggul dalam berkomunikasi.
Oke, misalnya anak-anak kita yang sudah jago sekali merangkai huruf menjadi kata, tetapi ia tidak mampu berkomunikasi dengan baik, tidak mampu berkata sopan, tidak mampu menyampaikan gagasannya, bagaimana?
Kenapa Omar kita utamakan di life skill, di logikanya, di titik perasaannya (empati dan simpati), kita kembangkan ia untuk mampu menyampaikan apa perasaannya. Karena, kita tidak mau ia menjadi anak yang tidak mampu mengutarakan isi hatinnya, kita tidak mau ia hanya menjadi penurut apa kata orang saja, sehingga ia memendam perasaannya.
Baca Juga: Dampak Menyekolahkan Anak Terlalu Dini
Life Skill
Kita mengajarkannya untuk cara mencuci pakaian, memasak nasi, mencuci sandal, dan sebagainya. Karena life skill inilah pegangan ia untuk tetap bertahan hidup nantinya ketika ia sendiri, ketika ia dewasa kelak. Dimana usia teman-temannya 5 tahun sibuk harus bisa calistung oleh ayah ibunya, tetapi Omar mulai bisa memasak nasi, mencuci pakaian, mencuci sandal, menjaga adiknya, mampu mengetahui mana yang baik dan tidak. Seperti, jika bertamu tidak main di kamar orang, bahkan jika ada temannya main ke kamarnya langsung ia suruh keluar.


Berpikir Logis
Kenapa kita mengutamakan cara berpikir logis? Ya, karena ia laki-laki jadi harus kita kembangkan logikanya. Biasanya ini tugas abinya untuk mengembangkan pemikiran logisnya. Seperti, waktu hujan ia melihat kali di dekat rumah kita, lalu Omar berkata, “Bi, nanti kalau hujannya tidak berhenti air kali ini bisa naik dong? Kita bisa kebanjiran?” Ia tahu jika volume airnya terus bertambah, maka akan terjadi banjir.
Seperti contohnya, ketika hujan turun, Omar meletakkan wadah kotak di bawah hujan sehingga wadah tersebut penuh dengan air, kami mengajarkannya soal tenggelam dan mengapung, kita masukkan botol berisi air sehingga menjadi tenggelam dan sandal yang di letakkan di atas wadah berisi air tersebut sehingga menjadi mengapung. Disitulah kami mengajarkan alasan mengapa benda tersebut menjadi mengapung dan tengggelam. Karena, beratnya. Tenggelam karena botol tersebut berat dan mengapung karena sandal tersebut ringan.
Mungkin cara kami berbeda mengajarkan anak-anaknya. Aku yakin, tulisan ini akan ada pro kontra, karena memang setiap keluarga memiliki cara sendiri untuk mengajarkan buah hatinya. Tetapi, jika perbedaan tersebut tidak dibandingkan dengan orang lain di depan mata kita, apakah itu lebih baik?
Baca Juga: Mengajarkan Anak Bertanggungjawab
Sudut Pandang Orang
Special
Sedihnya ketika orang berpikir bahwa Omar anak special karena belum bisa membaca dan mengenal huruf. Huhuhu. Kami sangat mengetahui buah hati kami. Jika ada keganjalan kami pasti langsung memeriksakannya.
Speached Delayed
Sama seperti ketika ia dinyatakan speech delayed oleh kakakku. Keesokannya kami langsung mencari tahu speech delayed melalui google, psikolog, dan langsung ke dokter anak.
Alhamdulillah dokter dan psikolog menyatakan Omar aman, tidak speech delayed, karena usia 1 tahun memang masih belum banyak kosa kata yang keluar, dilihat hinga usia dua tahun sudah banyak belum kosa katanya, dan di usianya 2 tahun seperti bom, kosa katanya sangat banyak dan jelas bicaranya.
Jadi, jangan pernah kita orang awam berasumsi lalu menyatakan hal tersebut tanpa ada dasarnya. Jika memberikan masukan boleh saja, tetapi, tidak harus dengan katan, “Omar tuh kayaknya speech delayed deh soalnya katan-katanya masih dikit.” Mak jleb!!! Atau bilang, “anak kaya gitu sih pintar sebenarnya, tapi ya ketutup aja pintar”
Padahal pintar itu tidak soal membaca dan menulis, kita harus mengenali dahulu ragam kecerdasan anak. Bahwa life skil, olah raga, kreatifitas, dan seniman adalah ragam kecerdasan anak.
Titik Perasaan
Menurut para pakar parenting anak di bawah usia 7 tahun, yang diutamakan adalah pusat perasaannya. Senang, bahagia, sedih, kesal, marah, semua macam-macam emosi tersebut kita validasi, kita namakan perasaannya, kita bantu untuk menyalurkannya dengan baik. Misal, “Kakak lagi marah ya? lagi kesal? iya Manda juga kesal kalau dipukul adik. Yuk, kita bilang ke adik kalau dipukul sakit.” Jika anak mau menangis, ya tidak apa. Itu emosinya yang keluar dari tubuhnya. Kalau kita tahan, “kamu harus kuat, enggak boleh nangis” bahaya ia jadi pendendam, emosinya tidak tersalurkan.
Ketika perasaanya sudah berkembang, kita arahkan empati simpati. Agar ia pun memiliki rasa empati simpati tersebut ke orang lain juga. Contoh, pas aku lagi batuk, Omar langsung bertanya, “Manda tidak apa?” langsung diambilkannya air minum dan menyuruh aku untuk istirahat tidur dan dia bilang “Biar Tsabit aku yang jagain Nda”. Masyaallah… Contoh lain lagi, ketika Omar melihat anak jalanan, ia bilang “aku kasihan melihatnya Nda, semoga kita bisa bantu dia, ya Nda.”
Mampu Menyampaikan Idenya
Setiap kali Omar berbicara, memberikan usulan-usulan, kami tidak pernah memotongnya, dan mencoba mendengarkan terlebih dahulu. Agar ia mampu dewasa kelak berani mengeluarkan ide-ide dan perasaannya.
Misalnya, seperti waktu hujan kemarin, tetangga meledek Omar, “telat main hujannya” kebetulan saat itu Omar dan Tsabit lagi main gerimis dan main air di luar. Lalu, Omar menjawab, “tadikan ada gludug pakde” atau seperti Omar membeli minuman, dan orang warung itu memberikan sedotan yang kotor, Omar langsung bilang, “ini kotor bude, aku nggak mau.”
Hal-hal seperti ini penting sekali kita bekali untuk buah hati agar dewasa kelak ia berani mengeluarkan gagasannya, perasaanya, idenya. Hal tersebut masuk kategori komunikasi, jangan salah, komunikasi bagian dari ragam kecerdasan anak, juga lho. Mungkin inilah salah satu ragam kecerdasan anak yang dimiliki oleh Omar, kecerdasan linguistik, kecerdasan moral, dan interpersonal.
Baca Juga: Tumbuh Kembang Anak
Cita-cita
“Omar, kalau sudah besar mau jadi apa?’ “Aku mau jadi pemadam kebakalan dan Polisi.” Selalu itulah jawaban Omar. Aku sempat berpikir, kenapa ia ingin menjadi dua profesi yang notabennya untuk melindungi. Apakah ada kaitannya dengan jiwanya, yang selalu ingin melindungi, menjaga? Aku tidak tahu, tetapi yang tahu hanya Allah.
Mungkin ada yang berpikir kok anaknya memilih dua cita-cita dibiarkan saja? Tidak disuruh memilih salah satu? Ya, kami membiarkan ia berimajinasi, ia bermimpi setinggi langit. Tinggal kita lihat saja dewasa kelak ia lebih minat yang mana, kalaupun keduanya ia memilih tidak masalah. Contoh saja, seperti Tompi, ia penyanyi dan ia pun dokter bedah plastik, kenapa tidak? Cita-cita tidak harus satu saja, jika ia mampu menjalani keduanya, tidak apa menurut kami.
Peran Orang Tua
Tugas kita hanya mendoakan, mendukung, mengembangkan apa yang anak inginnkan. Mereka yang menjalaninya, mereka bahagia, itu yang lebih penting. Ada sedikit cerita dari Kak Seto dan Kepala Sekolah Omar di TK LPI.
Ada seorang anak yang sudah lulus kuliah kedokteran, karena Ibunya yang meminta ia kuliah kedokteran. Usai wisuda ia menghampiri ibunda tercinta dan anak tersebut berkatan “Bu, tugas ku sudah selesai ya untuk kuliah menjadi dokter yang Ibu inginkan. Sekarang izinkan aku bahagia bu dengan memilih jalanku.” Anak itu lantas pergi dan kembali ke jalannya untuk bermusik. Di saat itu pula ibunya menangis tersedu-sedu, karena ibunya baru tahu bahwa anaknya menjalankan kesehariannya kemarin tidak dengan bahagia.
Cerita dari Kak Seto
Anak murid saya di tempat mengaji, ada yang selalu juara kelas, setiap menang apa. juara kelas, selalu di foto ibunya dan dipasang di status wa ibunya. Suatu hari saya meminta ia untuk menulis surat kepada orang tuanya, surat dari hati. Awalnya sempat ragu dia, tapi saya bilang, tidak apa tulis saja. Dan isi surat itu adalah, “Aku capek disuruh belajar terus sama mama, aku capek selalu diminta untuk jadi juara kelas sama mama.”
Cerita dari Kepala Sekolah LPI
Itulah suara hati anak kita. Anak hanya ingin haknya diberikan yaitu kebahagiaan. Bebas memilih, bebas bermain. Biarkan anak-anak kita tumbuh dengan pilihannya sendiri. Tugas kita hanyalah mendoakan, mendukung, dan membantu mengepakkan sayapnya agar ia mampu terbang bebas setinggi langit.
Laila Dzuhria
Semoga kita dimampukan Allah untuk menjadi orang tua bijaksana. Aamiin. Dan semoga kisah ini bermanfaat.
17 Comments
Reyne Raea
Bener ya, anak di bawah 7 tahun itu memang waktunya untuk dipahami perasaannya, dan ortu juga bisa punya peranan untuk mengajari anak-anak mengenal peraasaannya sendiri, biar ga tumbuh jadi anak yang nggak punya prinsip hehehe
Laila Dzuhria
Benar mbak, yg ptg adalah pusat perasaannya dulu dikembangkan, nanti kecerdasannya akan mengiringi kok.
Dennise
Terharu membaca tulisan mbak Laila. Seperti cerita Kak Seto, anak yang merasa lelah karena selalu disuruh untuk terus berprestasi sementara dunianya anak adalah kebebasan, terutama dalam bermain. Peluk cinta untuk Omar mbak, si anak pintar
Laila Dzuhria
Peluk untuk tante Denniese.. Terkadang org berpikir baca tulis, anak udh pintar. Padahal msh byk ragam kecerdasan anak, tidak hanya itu. Sabtu aku mau seminar ragam kecerdasan anak, insyaallah aku ulas ya Mbak.
Nanik Nara
AAmiin… semoga kita dimampukan menjadi orang tua bijaksana. Yang mampu memandang adanya kecerdasan majemuk pada anak-anak, bukan sebatas nilai, piagam ataupun piala.
Saya kalau ada mengomentari anak-anak, saya senyumi aja mbak. Capek juga kalau berulangkali kasih penjelasan.
Moch. Ferry
Setiap anak memiliki keragaman, tidaknpas jika membandungkan anak. Munculkan bonding anak dan orangtua. Keren
Maria G
setuju banget, penting banget life skill
karena tidak selamanya kita memproteksi anak
Ibu Elly Risman, salah satu psikolog yang selalu yang menekankan adversity quotient ini
dan saya setuju banget
uchi
Anakku 2 yang gede cew secara akademis bisa diandalkan. Adeknya cow sec akademis masih kurang. Tapi beda keduanya di empati. Adeknya jauuuh lebih empati, dewasa dan ngalah-an.
Jadi utk anak yang lahir dari rahim yang sama pun bisa beda jauh karakternya apalagi beda rahim.
Persamaannya mereka punya hobi masing2 yang harus didukung penuh selama itu positip.
Setuju… ga boleh membanding2kan mereka Krn semua anak itu unik
Laila Dzuhria
Nah uya anak2ku cowo akademisnya biasa saja. Tp ini dibandingin sm abak org, cewe pula. Ealah. Ya jls beda atuh.. otak cw co aja beda ya mbak.
Wahid Priyono
Aku setuju kak kalo anak-anak kita itu unik dan berbeda dengan anak yang laen. Jadi jangan pernah membanding2kan mereka, takutnya nanti berkecil hati. Biarkan anak tumbuh dan berkembang sesuai passionnya. Dan ortu tugasnya hanya membimbing dan mengarahkan hobi/minat mereka.
Ririn Wandes Melalak Cantik
Jangan sampai deh para orang tua membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain ya apalagi kalo emang lebih unggul. Nantinya justru anak minder sih makanya harus punya mindset juga bahwa semua anak itu memiliki kecerdasan spesial masing-masing.
Sandra Hamidah
Terharu baca kisah Omar, kisah kak Seto dan closing statement nya ngingetin juga sama drakor sky castle dimana kita ga boleh maksa anak, makasih reminder nya bun
Shovya
Betul, harusnya konsep dasar bahwa tidak boleh membandingkan kemampuan anak yang satu dengan yang lain itu harus diketahui semua orang tua. Dan Omar ini sepertinya memiliki perasaan yang pure dan peka, love banget.
Aku setuju banget untuk membiarkan anak memilih cita-cita apa yang dia inginkan, tugas orang tua adalah mendukung dan mengarahkan ❤️
Tanti Amelia
Maasyaaa Allaah
Aku selalu terharu dengan Omar dan kedewasaan dan kemandiriannya, lembut dan penyayang, persis abang Dio dulu yang selalu dibully, diremehkan
aku selalu bilang, ke semua anak
nilai akademis ga terlalu penting buat mama, karena yang penting itu karya dan bisa, dan terbukti sekarang abang Dio udah punya buku buku dan blog, udah bisa jadi ketua ekskul akustik, Allah selalu adil pada semua ummatNYA
קמגרה
Everything is very open with a precise clarification of the challenges. It was really informative. Your website is useful. Thanks for sharing!
Athena
Hey very nice blog!