Share This Article
Ketika kalian menjadi ibu baru, apa yang kalian rasakan? senang? atau sepertiku yang dahulu. Kaget, merasa terganggu, dan menolak keberadaan si kecil? Jangan sampai seperti aku yang dulu, ya. Dijamin nyesel, deh!
Awalnya
Kami menikah di akhir tahun 2014, buatku sih aku masih ingin pacaran dan tidak ingin segera memiliki keturunan. Tetapi, selang tiga bulan, ibu mertualah yang meminta aku segera memiliki momongan. Menganjurkanku urut rahim agar segera diberikan buah hati, belum lagi membandingkanku dengan tetangganya yang sudah hamil, padahal menikahnya sebulan setelah kami.
Ditambah ketika beliau mengetahui aku memiliki kista, semakin sinislah beliau, “ya itu kali yang buat kamu susah hamil, makanya di urut rahimnya,” ucapnya dengan mata sinis melihatku.
Selang tiga bulan kejadian itu, alhamdulillah Allah memercayakan kami untuk menjaga amanahNya. Bahagia? sudah pasti. Tetapi, kebahagiaanku berbeda, aku merasa bisa membuktikan pada ibu mertua bahwa aku tidak seperti yang ia kira. Ya, layaknya orang tua, mendoakan keturunannya yang sedang berada dalam rahim. Hanya meminta tampan, salih, sehat, dan sempurna. Tidak lebih. Aku pun tidak menyiapkan diri untuk menjadi orang tua. Tidak salat, mengaji, apalagi mendengarkan muratal. Pokoknya benar-benar bobrok, bisa dibilang seperti itu.
Ketika hari yang dinanti tiba, lahirlah buah cinta kami yang sangat mungil. Beratnya hanya 2.9 Kg dengan panjang 49 Cm. Ketika Omar diantarkan ke kamarku oleh suster, “selamat begadang, ya,” ucap suster itu. Aku sempat bertanya, kok bergadang ya? maksudanya apa? Karena aku tidak tahu, tidak menyiapkan diri menjadi orang tua, sudah pasti tidak mengerti maksud ucapan tersebut. Alhamdulillahnya suamiku yang memiliki keponakan suka melek tengah malam, sudah paham maksud ucapan itu.
Baca Juga: Adab pada Anak
Baby Blues
Ketika kami tiba di rumah, hanya kami bertiga yang ada di sana, tanpa bantuan orang lain yang sudah paham. Mulailah drama yang mengalahkan keseruan Kdrama 😀. Omar selalu saja melek setelah Isya, setiap malam ia menangis, meski sudah ku ASIhi. Pandangannya selalu ke arah jendela kamar. Sampai suamiku menghampiri jendela dari luar, ia berpikir ada sosok ghaib yang mengganggu. Meski semua ayat sudah kami bacakan, tetapi Omar tetap menangis.
Hari demi hari berlalu, Omar masih saja menangis. Aku yang tidak pernah paham, merasa terganggu. Hingga akhirnya, setelah ku ASIhi, ia kupukul punggungnya saat menyendawakan. Bayangkan bayi mungil, merah, hitungan hari sudah kusakiti. Betapa teganya aku!
Ketika siang hari, aku dan Omar hanya berdua karena suami bekerja. Karena, aku takut mendengar tangisan bayi dan bingung menanganinya, ketika Omar tidur, aku seperti buronan, meninggalkan kamar dengan mengendap-endap. Ternyiang suara tangisan, ketika dilihat Omar masih tertidur pulas.
Setelah kutelusuri dan sharing dengan sepupu, apa penyebab menangisnya Omar setiap malam, ternyata dia mengalami kolik. Akhirnya ketika ia menangis malam hari, aku urut perlahan perutnya, aku lakukan gerakan gowes pada kakinya. Alhamdulillah ia tidak menangis lagi, dan BABnya lancar.
Memukul, Melaungkan Suara, dan Mencubitnya
Aku bukanlah ibu yang sempurna, aku bukanlah ibu yang baik baginya, aku tak tahu harus bagaimana merawat buah hati dengan tepat.
Apalagi aku memiliki innerchild yang buruk. Jadi, yang kulakukan, aku pikir itu yang baik, karena tertanam dibenakku pengasuhan ibuku yang kerap kali menghardikku. Tertanam dalam benakku ketika menjadi ibu baru. Bahkan suatu hari ketika aku lelah, aku pernah mendorongnya ke tempat tidur.
Aku yang lelah, tak kuat menggendongnya. Sedangkan, Omar selalu saja minta digendong. Aku merasa, ia bukan anak yang kuminta, aku mengharapkannya karena permintaan ibu mertua. #auto nangis deh nih.
Pertama Kali Melihat Seminar Parenting
Alhamdulillah, aku memiliki pendamping yang sangat pengertian, peduli akan kejiwaanku, yang senantiasa membimbingku ketika aku menjadi ibu baru. Ia mengajakku menonton seminar Ibu Elly Risman, malam itu di layar laptopnya. Ketika malam itu, ia mematikan lampu, mengajakku melihat seminar Ibu Elly dengan tema “Mendidik Anak Laki-laki” ketika aku menontonnya, tak terasa air mataku jatuh perlahan, satu demi satu. Aku menyesal, aku bersalah. Aku berjanji tidak akan mengulangi kekasaranku lagi.
Teguran dari Allah
Apa aku menepati janjiku? Tentu tidak. Lagi-lagi aku menyakitinya. Bahkan lebih parah dari sebelumnya. Sampai pada akhirnya Omar di usia 1 tahun, ia mengalami demam tak kunjung turun. Ia tampak pucat pasi, lemas, tak berdaya. Lima hari ia sakit, tak kubawa ke dokter, karena mengandalkan obat alami, seperti air kelapa, madu, dan air putih. Tetapi, semua sia-sia. Akhirnya kami membawanya ke dokter, dan hasil laboratorium menyatakan Omar mengalami Thalasemia.
Thalasemia adalah kelainan darah bawaan yang ditandai oleh kurangnya protein pembawa oksigen (hemoglobin) dan jumlah sel darah merah dalam tubuh yang kurang dari normal.
Dokter meminta Omar harus dirawat, tetapi kami terbentur soal biaya. Sehingga kami meminta waktu untuk berpikir.
“Penyakit ini tidak ada obatnya dan juga tidak dapat disembuhkan. Jadi jangan lama-lama mengambil tindakan, karena darah Omar sudah di bawah normal, rendah sekali ini,” jelas dokter TB Ferdi saat itu. Aku seperti disambar petir di siang bolong, tubuhku dingin dan lemas ketika mendengarnya.
Saat itu hari Jumat, aku mencari cara lain di dua hari, Sabtu dan Minggu. Jika Omar tidak menemukan cara lain, mau tidak mau Senin harus tetap menjalani transfusi darah.
Tak lelah aku menangis dan memanjatkan doa, “Ya Allah izinkan aku untuk merawat Omar. Maafkan kesalahanku selama ini. Berikan aku kesempatan sekali lagi untuk mendidik dan merawat amanahMu. Aku menyesal ya Allah, selama ini sudah menyakitinya. Aku sangat mencintai Omar ya Allah. Aku mohon ya Allah, sehatkan ia. Berikan aku kesempatan dalam merawatnya tanpa amarah, tanpa kekerasan. Jangan ambil ia secepat ini, ya Allah. Izinkan aku merawatnya, aku masih ingin memeluknya, mendekapnya, tertawa riang dengannya. Aku mohon ya Allah. “ Itulah doa yang kupanjatkan seiring tetesan air mataku sambil memeluknya erat. Kala itu aku takut sekali Omar diambil oleh sang Pemilik karena Allah pasti tahu perlakuanku selama ini pada Omar. Sehingga aku takut Allah mengambilnya.
Dua hari berlalu, tibalah hari Senin. Pada akhirnya Omar harus dirawat, dimasukkan darah orang lain sesuai golongannya. Meski hari Senin sudah berlalu, masa itu sudah lewat, tetapi proses pengecekan siapakah yang membawa penyakit ini, terus berlanjut. Aku dan suami melakukan pengecekan darah, hasil darah selesai tujuh hari kemudian, karena pemeriksaan di oper ke lembaga Ejikman di RSCM, sedangkan kami menjalani perawatan di RS Hermina Ciputat.
Tibalah hari pembacaan hasil, oleh Dokter Anak sub darah. Ketika dibacakan hasil suami, sehat wal afiat. Tetapi, aku.. akulah pembawa penyakit itu. Aku mengidap penyakit ADB, Anemia Defisiensi Besi. Sehingga Omar mengidap penyakit Thalasemia Minor. Alhamdulillah minor, karena jika mayor, ia harus melakukan transfusi berkala seumur hidup dan mengonsumsi obat sepanjang hayat.

Jika Thalasemia Minor, ia melakukan transfusi darah ketika dibawah normal saja. Mengonsumsi obat pun terus menerus, yang pasti pola hidupnya harus terjaga. Istirahat yang cukup, makan pun yang sehat.
Ketika dokter menyatakan akulah pembawanya, aku sangat bersalah, sudah menyakitinya semenjak ia baru lahir, hingga ini adalah dosa terbesarku, Omar mengidap penyakit yang tak dapat disembuhkan, dan harus mengonsumsi obat seumur hidup.
Hancur hatiku, sedih bukan kepalang. Aku terus meminta maaf pada suamiku karena akulah momok dari segalanya. Tetapi, suamiku sangat ikhlas, ia bilang “aku tidak merasa ini salahmu, karena kamu tidak ingin ini terjadi. Semua sudah kehendak Allah dik, jadi apapun yang terjadi, aku sudah memilihmu, semua harus kuterima, baik burukmu, yang perlu kita pikirkan bukan ini, tetapi kesehatan Omar.”
Alhamdulillah kami menemukan alternatif refleksi untuk menstabilkan darah Omar. Selama tiga bulan sekali kami memeriksakan darahnya, memberikannya asam folat, vitamin D, E, dan zinc untuk kesehatannya. Apabila ia kurang tidur, wajahnya bengkak sebelah. Tetapi, alhamdulillah atas izin Allah melalui terapi refleksi, Omar perlahan pulih, perlahan vitamin-vitamin itu kami lepas, meski tidurnya kurang wajahnya tidak lagi bengkak, tetapi hanya anget saja suhu tubuhnya.
Belajar Pengasuhan
Ketika Omar sudah sehat, inilah pertama kali aku diikut sertakan seminar parenting Ibu Elly Risman di hotel Bumi Wiyata, Depok oleh suamiku. Ia tahu aku telah menjadi ibu baru yang minim ilmu. Bahkan ia rela cuti bekerja demi menjaga Omar dan aku diminta serius untuk belajar. Setelah aku mengikuti seminar, ilmu-ilmu itu aku catat dan kucoba praktikkan. Dari mulai aku menahan emosi memakai sistim kalender, mengubah cara bicara menyenangkan, sehingga menanggalkan dua belas gaya populer, dan memakai BMM.
Setelah aku mencoba menerapkan, aku merasa berhasil, aku menjadi jatuh cinta dengan dunia parenting, tak sekali dua kali aku mengikuti seminar pengasuhan Ibu Elly Risman, sebelum Pandemi total aku mengikuti tiga kali seminar. Setelah itu aku mengikutinya melalui online.
Tidak hanya beliau yang kuambil ilmunya, tetapi aku juga belajar dari Ibu Aisyah Dahlan, Ummu Balqis, Kak Ediana Putri Mayangsari (pakar parenting PHBK), dan Ibu Vera Itabiliana. Setiap apa yang kudapat, aku terapkan dan alhamdulillah berhasil. Sehingga aku mampu menuangkan kembali ke dalam tulisan untuk berbagi pada sesama orang tua pembelajar.
Peran Suami
Tidak hanya menimba ilmu, yang dapat menjadikanku mengasuh buah hati dengan tepat. Tetapi, di sini ada andil suamiku. Ia turut merapikan rumah, ia juga rela menyewa asisten rumah tangga, agar aku fokus pada buah hati, ia mengizinkanku merawat diri dan melakukan hobiku agar aku bahagia. Wajar jika kita perlu adaptasi ketika menjadi ibu baru, karena masa ini belum pernah kita jajaki.
Ibu yang bahagia akan mampu mengola emosi dengan baik dan akan melahirkan buah hati yang berkarakter.
Disamping itu suamiku juga senantiasa menasihatiku dalam pengasuhan. Agar aku lebih baik lagi dalam mendidik dan merawat buah cinta kami.
Suami adalah sumbu kebahagiaan istri. Jika ingin keluarga bahagia, maka bahagiakanlah terlebih dahulu jantung rumah, yaitu istrimu.
Alhamdulillah masa dimana aku menjadi momster sudah terlewati, dua tahun lamanya aku terjebak dalam posisi itu. Aku perlahan belajar, hingga kini aku lebih tenang tanpa hardikan. Aku dimampukan oleh Allah untuk merawat titipanNya dengan baik sehingga terlahirlah Omar, yang senantiasa kuceritakan.
Itulah kisah perjalananku menjadi orang tua. Banyak lika liku yang harus kuhadapi. Tetapi, dengan support systim terdekat yaitu, suami, aku mampu mengola emosi, bahagia, mendidik dan merawat buah cinta kami dengan tepat seperti ilmu yang kudapat.
Terima kasih telah membaca, semoga kita semua mampu menjadi orang tua yang tepat pengasuhan dan mampu mengola emosi.
23 Comments
@nurulrahma
Mba Lailaaaa *virtual hugs*
Dikau sungguh luar biasa, udah men-deliver artikel yg bernyawa seperti ini
semoga ALLAH senantiasa menjaga membimbing dan memberikan hidayah utk kita semua ya
Ibu yang bahagia akan mampu mengola emosi dengan baik.
Ibu yang bahagia akan melahirkan buah hati yang berkarakter.
lailadzuhria
Aamiin Mbak. Km juga ya. G usah sempurna, yg penting bahagia Mbak.
bloggergunung
Alhamdulillah Mbak, sekarang sudah lwbih baik, ya. Sehat selalu ya Omar.
Mbak tidak sendirian, pada awalnya saya juga suka uring-uringan ke anak kalau ada kesal dan marah sama orang lain. Semoga anak kita Soleh ya… Aamiin….
Salam
Okti
lailadzuhria
Aamiin mbak.. semangat syg.
yenisovia
MasyAllah Mba, hebat proses belajarnya 😍. Allhamdulillah ya di kasih suami yang mau bekerjasama dan allhamdulillah hidayah itu juga datang. Pasti nggak mudah buat mba slama ini. Aku juga punya innerchild yang buruk juga. Pasti ini jadi lebih berat juga dalam pengasuhan kita. Allhamdulillah aku juga terus menyembuhkan diri demi menjadi ibu yg bahagia untuk mmbsarkan anak yang bahagia pula
Keke Naima
Semangat, Mbak! *virtual hugs*
Insya Allah, Omar akan terus sehat. Alhamdulillah support system dari suami juga baik ya, Mbak. 🙂
lailadzuhria
Iya Mbak. Alhamdulillah bgt, disandingkan sm Allah imam yang terbaik.
Maria Soemitro
anakku nomor 2 dan 3 yang seperti ini
sedih banget, setiap malam nangis nggak tau kenapa
sementara (karena mengidap epilepsi) waktu tidur saya harus cukup
kalo nggak bakal kekambuhan
Alhamdulilah Allah melindungi dan sayang pada saya
lailadzuhria
Sehat2 y mbak buat kita semua
Lia Yuliani
Big hug buat Mba Laila. Kita nikah di tahun yang sama. Saya pun dulu begitu Mba, setelah nikah ditanyain momongan terus. Jadi paham banget rasanya. Pernah ngalamin babby blues juga. Ada perasaan kaya aku tuh bukan ibu yang baik dan engga sama kaya ibu lainnya Di luar sana. Auto bawaannya nangis terus. Alhamdulillah berkat support ortu, keadaan saya membaik.
Sepertinya anak Kita umurnya engga beda jauh, Mba. Saya doakan Mba Laila dan Omar senantiasa bahagia. Setuju banget kalau peran suami besar banget bikin mood istri tetap bahagia. Jadilah ibu bahagia biar bisa menemani tumbuh kembang anak secara optimal. Ini juga pe er buat saya Mba.
lailadzuhria
Iya mbak.. semangat y mbak. Peluk virtual.
Dian
luar biasa pengalamannya mbak
benar mbak, menjadi orangtua itu adalah proses belajar sepanjang hayat
selain itu juga butuh sabar yang banyak ya
Deddy Huang
aku baru tahu ada istilah kolik, hingga aku googling maknanya.
Semoga Omar selalu sehat dan menjadi anak yang kuat ya mbak.
lailadzuhria
Aamiin Mas.. aku jg br tahu stlh punya anak. Wkwkwk
lailadzuhria
Mas juga sehat2 ya.
annienugraha
MashaAllah. Tulisan yang sangat menyentuh. Saya harus mengusap airmata berkali-kali untuk turut memahami apa yang sudah dan sedang Laila rasakan. Sesungguhnya menjadi ibu dan orang tua itu selalu berproses dan banyak hal yang harus kita pelajari seumur hidup. Setiap hitungan masa dan usia anak, problem yang dihadapi akan berbeda-beda begitupun dengan penanganannya.
Terus belajar Laila. Dari siapapun itu. InshaAllah dengan niat yang baik, semua permasalahan akan menemui hasilnya. Salam peluk dan sayang untuk Omar dan hormat saya untuk suami yang sudah menjadi pasangan yang luar biasa.
lailadzuhria
Betul Mbak, dari siapapun kita harus belajar, dati setiap kejadian pun kita belajar untuk teruse menjadi lebih baik lagi. Virtual hug Mbak.
Wahid Priyono
Yang sabar ya kak, semoga omar sehat-sehat saja ya. Kita tidak bisa menyalahkan keadaan kak, karena bagaimana juga Thalasemia yang saya pelajari adalah bawaan genetik jadi sulit bagi kita menolak. Tetap berserah kepada yang Maha Kuasa karena ini kehendak terbaik dari-Nya.
lailadzuhria
Benar. Mungkin klo g ada penyakit tersebut, aku masih sj menyakiti Omar. Tp ini sentilan dari Allah untuk menyadarkanku.
Ririn Wandes Melalak Cantik
Sejak awal mau kehamilan pun sudah melewati masa-masa yang cukup sulit ya ,Mba. Tekanan tentang kehamilan memang luar biasa menguras perasaan. Tetap semangat ya,Mba. Semoga Omar sehat-sehat ya dan bahagia terus.
lksaalmunawaroh
Menjadi orang tua memang banyak cerita seru dan tauladan bagi generasi selanjutnya, maka semenjak dini bekali ilmu sebagai orang tua untuk keluarga
fennibungsu
Masya Allah kak Laila, ini jadi pembelajaran juga buat daku yang nantinya akan menjadi orangtua. Kuat mental dan persiapan matang itu sangat diperlukan ya, terutama saat mulai melangkah membina rumah tangga. Noted banget buat daku. TFS ya kak untuk pengalamannya
Mpo Ratne
Tidak ada orangtua yang sempurna. Belajar dari kesalahan dan perbaiki diri maka inilah yang membuat kita lebih enteng mendidik anak untuk kedepannya