Share This Article
Hay ayah bunda, apa kabar? Semoga sehat selalu, ya. Gimana si kecil bun? Sudah sekolah? Sejak usia berapa? Semoga sejak usia 6-7 tahun, ya. Karena, ternyata menyekolahkan anak terlalu dini ada efek negatifnya, lho.
Dampak Negatif Sekolah Terlalu Dini
Terlalu dini, tuh usia berapa? Sekitar usia 2 tahun, 3 tahun hingga 5 tahun, bun. Apa sih efek negatifnya?
Bosan
Anak yang terlalu dini menginjak bangku sekolah, akan mengalami kebosanan. Karena jarak usia sekolahnya terlalu jauh dari yang semestinya. Contoh, ketika anak bersekolah, sudah mulai mendapatkan pelajaran calistung, ketika ia sudah mampu dan masih harus duduk di bangku TK, maka anak akan merasakan jenuh. Ia merasa sudah mampu dan mendapatkan ilmu yang sama selama beberapa tahun.
Belum lagi ketika SD, anak belajarnya hal yang sama, yang sudah ia kuasai yaitu calistung. Maka, ia akan mengalami bosan. Jangan salahkan anak yang pada akirnya mogok sekolah ketika mereka kelas 5 SD, 6 SD, SMP, atau SMA, bahkan Kuliah. Karena, otaknya sudah penuh.
Coba bunda dan ayah, buat bentuk huruf U, antara jempol dengan telunjuk, lalu renggangkan berjauhan. Inilah perumpamaan ketika kita menyekolahkan anak terlalu dini, ia akan merasa bosan dan sulit untuk ditangani.
Tetapi, ketika anak masuk sekolah sesuai usianya, maka coba buat bentuk huruf U dengan jarak agak berdekatan, ketika anak kita mulai bosan, misalnya saat kelas 5 SD, guru sudah mengantisipasinya dan mampu menangani kebosanan anak kita.
Baca Juga: Menemukan Potensi di Masa Sulit
Masa Kanak-kanak yang Hilang
Ketika kita menyekolahkan anak-anak kita terlalu dini, tahukah ayah bunda? Kita telah merebut masa kana-kanaknya. Mereka seharusnya masih puas bermain, membebaskan imajinasinya, menikmati tidurnya. Tetapi, semua itu telah kita renggut.
Maka tidak heran, kita sering menemukan orang dewasa yang sikapnya kekanak-kanakkan. Karena, masa kecilnya telah hilang. Apakah ayah bunda tidak kasihan?
Sedikit cerita, ada kerabat saya yang menceritakan temannya memiliki cucu yang sudah disekolahkan sejak usia 3 tahun. Ketika usianya 5 tahun, si cucu mampu membaca koran. Alangkah bangganya si kakek.
Akan tetapi, ketika beberapa waktu lalu, saat si cucu sudah menduduki bangku SMP, ketika malam hari terdengar suara “ngung-ngung” dilihatlah di kamar si cucu, ternyata cucu yang ia banggakan, bermain pesawat-pesawatan sambil ia terbang-terbangkan.
Bayangkan sewajarnya permainan itu dimainkan oleh anak usia berapa ayah bunda? Saat usianya maish kecilkan? Tetapi apa? Anak remaja itu yang memainkan pesawat terbang. Si kakek berkata pada kerabat saya,
Ketika saya melihat kejadian itu, hati saya hancur. Saya sedih telah merebut masa kanak-kanaknya. Cucu yang dulu saya banggakan, sejak kecil sudah bisa membaca koran. Tetapi, ternyata hal itu tidak baik untuk tumbuh kembangnya. Ia kini menjadi anak remaja yang kekanak-kanakkan.
Alasan Orangtua Menyekolahkan Dini
Ingin Anak Bersosialisasi
Anak bersosialisasi tidak harus disekolahkan, ayah bunda. Ketika anak di rumah saja, bermain dengan orangtua dan saudaranya pun sudah bersosialisasi. Mengajarkan makna berbagi, mempertahankan haknya, serta cara ketika anak bertemu dengan tamu.
Apakah ketika anak bertemu dengan orang lain, lalu anak mengumpat atau berlindung pada kita, itu adalah alasan terbesar, akhirnya ayah bunda menyekolahkan ananda? Justru seharusnya ayah bunda bangga, karena menjadi tempat ternyaman mereka. Karena, ketika anak berusia 1,2,3 tahun ketika ia masih berlindung ketika bertemu dengan orang asing, itu adalah proses pembelajaran pada anak, anak masih mencari orang yang ia percayai untuk melindunginya. Perlahan anak akan tampil berani bertemu dengan orang, kok bun.
Lagi pula masa-masanya belum saatnya bersosialisasi dengan dunia luar. Usia mereka, masih bermain bersama belum paham bermain bersama-sama/bermain dengan. Bermain bersama adalah, si anak A main, si anak B main, si anak C main, mereka bermain dengan mainan masing-masing di tempat yang sama. Nanti ketika waktunya bermain bersama-sama/bermain dengan, maka si anak A main, si anak B main, dalam satu tempat dan mereka bisa saling berbagi mainan yang mereka gunakan bersama.
Lagi pula kokohkan dulu ayah bunda pondasi si kecil untuk menghadapi dunia luar. Pakar parenting pernah menyampaikan,
Anak usia 0-5 tahun sebaiknya bersosialisasi di rumah saja. Kokohkan pondasinya, input hal-hal positif, mana baik, mana buruk, mana boleh mana tidak. Sehingga nantinya ketika ia sudah waktunya bersosialisasi dengan dunia luar, maka ia akan kuat. Ia akan bisa membedakan mana baik, mana buruk, mana boleh , dan mana tidak. Serta anak dapat menghadapi bullying. Karena, kita telah menguatkan pondasi mereka, mengajarkan mereka bicara, memberi keyakinan pada mereka. Meskipun di luar nantinya akan ada hal tidak baik, tetapi anak kita insyaallah tidak akan tercemar
Pakar Parenting
Agar Anak Ada Kegiatan
Terkadang banyak para ayah bunda, bingung mencarikan kegiatan di rumah untuk anaknya, sehingga para orangtua memilih menyekolahkan dini si kecil. Padahal, banyak sekali ayah bunda kegiatan yang dapat dilakukan bersama si kecil pada saat di rumah.
Misalnya, membuat kreatifitas seperti; menempel, bermain basket dari gelas bekas, bermain gelembung warna warni. Membantu bunda menyiangi sayuran, mengajak anak membersihkan kendaraan, dan masih banyak lagi. Disamping anak memiliki kegiatan, kita dapat melatih motoriknya, mengajarkan life skill, melatih kreatifitasnya, dan paling penting bonding antara orangtua dan anak terjalin erat.





Latah
Menurut pakar parenting, kita menyekolahkan si kecil karena latah. Percaya pada hal yang salah. Mengikuti trend. Si A anaknya sudah sekolah, lalu kita ikut-ikutan menyekolahkan anak kita. Padahal belum tentu langkah si A itu benar.
Waktu yang Tepat Menyekolahkan Anak
Usia 6-7 tahun adalah waktu yang tepat untuk menyekolahkan anak. Tidak dianjurkan juga untuk les atau mengikuti kegiatan belajar calistung, ya ayah bunda. Seperti kata Bu Elly Risman pada video-video di atas, bahwa pusat perasaanlah yang pertama kali berkembang. Ketika kognitifnya (membaca, berhitung, menulis) kita paksakan sebelum usianya, maka anak akan mengalami hal-hal di atas tadi, bosan, hilangnya masa kanak-kanak.
TK B cukup satu tahun di usia 5.5-6 tahun barulah masukkan SD di usia 6.5 sampai 7 tahun. Tergantung bulan lahirnya, ya ayah bunda. Untuk memilih sekolahnya pun ajaklah anak yang memilih, yang paling penting anak harus SUKA dulu dengan sekolahnya, ajak anak berkeliling sekolah agar ia memiliki gambaran tentang kehidupannya yang akan datang. Karena, hampir setengah harinya, anak habiskan di sekolah.
Baca Juga: Tips Memilih Sekolah
Kesimpulan
Biarkanlah anak menikmati masa kecilnya, bermain, berlari, berimajinasi, bebas sebebas-bebasnya. Bermain bukan hanya dengan mainan yang sudah jadi. Tetapi, mainan yang terbaik adalah tubuh orangtuanya. Sekolahkanlah si kecil sesuai waktunya, ajaklah anak berkeliling sekolah, tanyakan perasaannya.
Kokohkan pondasi si anak tanpa bersosialisasi di luar, hanya di rumah, karena orangtualah fasilitator terbaik untuk mendidik buah hati. Ketika anak sudah kokoh maka akan ia akan mampu menghadapi dunia luar.
Belajarlah terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, apa yang baik untuk anak saya, apakah hal ini dibolehkan, disarankan, apakah baik jika dilakukan si anak? Teruslah menjadi orangtua pembelajar, upgrade ilmu, karena ilmu pengasuhan tak ada sekolahnya, tetapi kini kian merajalela dengan kita berselancar. Pilihlah pakar parenting yang memang senior, sudah diakui, seperti Ibu Elly Risman salah satunya.
Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.
14 Comments
Teddy
Alhamdulillah dapat ilmu baru lagi, ternyata tidak baik menyekolahkan anak sejak dini. Karena belum waktunya ya Kak.
Masa kanak-kanak akan berkurang dan sang anak tentunya akan melampiaskan itu pada saat dewasa kelak.
Terima Kasih Kak.
dea merina
kasihan juga sih sebenernya kalo sekolah kecepetan. nanti jadinya anak kurang bisa bersosialisasi. mana waktunya kan beda ya. harusnya masih main eh udah di suruh belajar. padahal main juga penting untuk perkembangan anak
dinda
Ini salah satu alasan aku enggak masukin anak ke playgroup saat anak tidak siap. Selain karena bosan, aku takutnya dia memandang sekolah bukan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Dampaknya malah pas dia besar, ya jadi malas sekolah.. 🥲
Laila Dzuhria
yap betul mbak. seperti aku begini. Jadi tidak berprestasi. Karena dari usia 3 tahun aku PG.
Andri Marza Akhda
Salah satu alasan mengapa orang tua ingin menyekolahkan anaknya cepat-cepat, adalah mereka sibuk dan tidak punya waktu luang untuk menemani anak. Padahal, masa-masa itu harusnya dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai baik, dan kuncinya memang harus, harus bisa meluangkan waktu
Laila Dzuhria
benar banget luangkan waktu. bukan memberikan waktu luang untuk anak
Tri Ayu Andani Nasution
Nah, iya bener. Aku pernah baca kalau menyekolahkan anak terlalu dini bikin anak gampang bosen dalam belajar. Yg aku liat, masa anak2 masanya bermain, tapi engga lupa untuk selalu membuat dia belajar sedikit2 tapi dengan cara yg menyenangkan. Biar dia juga bisa tetap senang dan nyaman ketika masuk dunia pendidikan nantinya.
Mei Daema
terima kasih banyak atas ilmu parentingnya mba, selama ini ternyata banyak yang keliru bahwa menyekolahkan anak lebih awal dari usianya seolah itu hal yang baik untuk perkembangan anak, padahal sebaliknya ya, kecuali mungkin kalau anaknya ingin sendiri, saya juga jadi paham bahwa menyekolahkan anak baiknya di usia seperti itu ya
Nova
Paud atau taman bermain kayaknya cocok buat anak bersosialisasi..dan main bersama, soalnya kalo dirumah kalo ibu gak kreatif..anak mainan gadget mulu..hehhehe
Evi Sri Rezeki
Setuju sih. Anak yang kelewat muda sekolahnya nggak baik. Dia sudah dicecar oleh lingkungan sekitar sebelum waktunya
Anggita R. K. Wardani
Setuju sih mba, kebanyakan orang Indonesia termasuk aku dulu juga pernah latah mengikuti tren misalnya MPASI gara-gara ikut influencer. Padahal yang benar ikut saran influencer yang memang ahli di bidangnya. Apalagi sekolah, berarti PAUD itu ndak wajib ya mba?
Laila Dzuhria
Yap nggak wajib say. Minimal ambil satu tahun mundur sebelum anakSD. jadi anak nggak akan merasa bosan banget ketika menjelang dewasa. Dan percayya deh, prestasinya akan meningkat kok.
Mohammad Rizal
wah ternyata ada dampak negatifnya juga ya, terasanya pun kalau sudah besar, apakah juga tergantung masing-masing anak dan orang tua ya?
Milah Smart
MasyaALlah. Barokallah kakak. Terima kasih sudah share ilmunya.
Buat Mila yang masih single, ilmu ini penting banget dan insyaAllah bermanfaat.